Pulau Kalimantan, yang dikenal sebagai jantung Borneo, merupakan pusat keanekaragaman hayati tropis sekaligus salah satu kawasan penyimpan karbon terbesar di dunia. Hutan hujan yang lebat, bentang alam rawa gambut yang luas, dan pegunungan berhutan rapat bukan hanya menjadi rumah bagi ribuan spesies flora dan fauna, tetapi juga berperan vital dalam menyerap dan menyimpan karbon dalam jumlah besar. Survei biodiversitas di kawasan ini tidak hanya mengungkap kekayaan spesies, tetapi juga memberi gambaran tentang bagaimana ekosistem hutan tropis menopang keseimbangan iklim global.
Di balik tajuk hutan yang rapat, tim survei menemukan keterkaitan erat antara keanekaragaman hayati dan stok karbon. Pohon-pohon berdiameter besar yang tumbuh di hutan primer Kalimantan adalah penyimpan karbon alami sekaligus habitat penting bagi satwa langka seperti orangutan, macan dahan, dan burung enggang. Setiap spesies pohon memiliki kemampuan menyimpan karbon yang berbeda, dan keragaman jenis pohon menciptakan ekosistem yang lebih tangguh terhadap gangguan iklim. Data lapangan menunjukkan bahwa kawasan dengan tingkat biodiversitas tinggi umumnya memiliki stok karbon yang lebih stabil dan tahan terhadap degradasi.
Survei biodiversitas ini juga menyoroti ancaman ganda: hilangnya spesies dan berkurangnya cadangan karbon akibat deforestasi dan konversi lahan. Ketika hutan ditebang atau terbakar, bukan hanya satwa liar yang kehilangan habitat, tetapi karbon yang tersimpan selama puluhan atau ratusan tahun pun dilepaskan ke atmosfer, memperparah pemanasan global. Oleh karena itu, pemetaan keanekaragaman hayati sekaligus pengukuran stok karbon menjadi langkah strategis untuk merumuskan kebijakan konservasi yang efektif.
Hasil survei di Kalimantan juga membuka peluang untuk mengintegrasikan konservasi keanekaragaman hayati dengan skema ekonomi hijau, seperti REDD+ atau perdagangan karbon sukarela. Kawasan yang teridentifikasi memiliki stok karbon tinggi dan nilai biodiversitas penting dapat dijadikan prioritas perlindungan sekaligus sumber insentif bagi masyarakat lokal. Melalui pendekatan ini, pelestarian hutan tidak hanya menjadi kewajiban ekologis, tetapi juga peluang ekonomi berkelanjutan.
Menjelajah jantung Borneo berarti menyaksikan bagaimana kehidupan dan iklim saling terhubung dalam satu sistem yang rapuh namun luar biasa. Dengan mendokumentasikan spesies sekaligus mengukur cadangan karbon, survei ini mengingatkan kita bahwa melindungi hutan Kalimantan tidak hanya menjaga mozaik kehidupan, tetapi juga mengamankan stok karbon yang menjadi tameng alami terhadap krisis iklim global.